Kamis, 28 Juli 2016

Terbang Ke Kota Yogyakarta


Adalah hal yang sudah diketahui khalayak umum bahwa Yogyakarta merupakan sebuah kota pelajar. Para mahasiswa dari beragam etnis dan suku daerah berbaur di kota gudeg ini demi mendapatkan sepetik ilmu yang menurut anggapan mereka nantinya ilmu untuk dijadikan bekal hidup (terutama untuk mencari kerja) di masa berikutnya. Mereka pergi meninggalkan sanak saudara serta kerabatnya dengan membawa segenggam harapan. Akhirnya Yogyakarta benar-benar ramai dengan hiruk pikuknya yang khas yakni berkaitan dengan mahasiswa, kampus dan kos-kosan.
 
Ada satu hal yang saya ingin soroti terkait hal ini bahwa Yogyakarta ternyata dekat dengan dunia penerbangan. Ini dibuktikan dengan adanya pangkalan TNI AU yang sekaligus difungsikan sebagai bandara sipil, juga ada kampus-kampus berbau penerbangan (seperti AAU, STTA dan STTKD) dan tak kalah pula di sana ada lembaga pendidikan yang bernuansa pelayanan bandara. Sebut salah satunya adalah lembaga pusat pendidikan Patriot Bangsa yang terletak di Jalan Janti.

Lembaga pendidikan ini dan lembaga-lembaga lain yang sejenis umumnya akan mencetak para staf terlatih seperti awak kabin (pramugari), staff darat, check in staff, ticketing dan reservasi. Lama pendidikannya rata-rata hanya sekitar 6 bulan yang mana itu sudah termasuk teori dan praktek (on the job training). Sedangkan untuk pramugari seingat saya akan sedikit lebih lama. Biayanya pun beragam mulai dari jutaan hingga puluhan juta. ( Baca - Dewandaru Airport )

Begitu siswa telah lulus, biasanya lembaga pendidikan kedirgantaraan ini akan memberikan bantuan penyaluran tenaga kerja bagi para lulusannya. Namun demikian bantuan itu biasanya tidak benar-benar penuh alias 100 persen. Artinya para lulusan umumnya masih akan malalui beberapa tahapan tes layaknya orang yang akan melamar kerja pada sebuah perusahaan. Namun demikian, bagaimanapun adanya lembaga ini menjadi salah satu alternatif jalan yang cukup simpel untuk bisa terjun ke pekerjaan di bidang penerbangan. ( Lihat juga - Alamat Lion Air Jakarta )

Tapi bagaimanapun juga, saya sebagai salah seorang yang pernah terjun ke dunia pendidikan penerbangan dan dunia karir penerbangan tetap menyarankan agar tetap ada orientasi ke depan yang mengarah pada keinginan membangun bisnis mandiri. Sebab dengan menjadi seorang pengusaha tenaga dan waktu anda tidak akan terbeli dan diatur sedemikian rupa oleh atasan. Silakan bekerja, namun jangan lupa sisihkan sebagian gaji anda buat modal membangun bisnis sendiri yang halal tentunya.


Artikel terkait :


Sabtu, 16 Juli 2016

Pengalamanku Naik Adam Air



Pengalaman Pertama Aku Terbang. Pengalaman terbang saya untuk pertama kalinya adalah waktu saya masih awal kuliah di Yogyakarta. Sebelumnya saya ke Jakarta untuk sekedarrjalan-jalan di Dunia Fantasi, sebuah arena permainan yang super lengkap di Jakarta. Saat itu musim hujan sehingga acara refreshing di Dufan sedikit terganggu. 
 
Pulangnya ke Jogja saya dibelikan tiket pesawat Adam Air yang kala itu maskapai swasta tersebut masih eksis. Beruntung sekali saya bisa duduk di sebelah Jendela pesawat terbang sehingga sepanjang perjalanan kedua mataku dapat menikmati keindahan di luar dari atas ketinggian sekitar 9 kilo meter dari atas permukaan laut.

Awan berarak dan guratan wajah bumi tampak apik terlihat dari atas. Sungai dan jalan raya tampak hanya seperti sebuah garis-garis sementara bangunan seperti perumahan nyaris tak nampak jelas saking kecilnya. Udara cukup cerah sehingga penerbangan lancar tanpa goncangan-goncangan yang berarti. Saya dalam hati terkagum kagum atas ciptaan alam semesta yang luas sampai batas titik yang sanggup aku pandang.
Setelah hampir satu jam, pesawat berjenis Boeing 737-400 ini mendekati bandara Adisutjipto Yogyakarta.

Bangunan kota dan Jalan Raya sepanjang rute yang dilalui pesawat mulai tampak jelas hingga akhirnya roda-roda pesawat menyentuh landasan dengan diikuti goncangan yang agak kuat terasa menyentak. Bahagia dan rasa takut bersatu padu di dalam hatiku, dan bersyukur aku dapat mendarat dengan selamat di lapangan Udara Yogyakarta.

Namun hingga saat ini sudah tak lagi terhitung berapa sering saya naik kapal terbang terutama tujuan Semarang_Tangerang dan sebaliknya. Pasalnya saya bekerja di salah satu maskapai penerbangan yang home base nya ada di Tangerang, yaitu Bandara Sukarno Hatta.

Tulisan lainnya : Pesawat Penerus N250

 

Jumat, 15 Juli 2016

Generasi Penerus N250



R80 yaitu pesawat generasi penerus N250. Proyek N-250 sempat dihentikan oleh International Monetary Fund (IMF) karena krisis ekonomi 1998.

Setelah dimodifikasi, badannya dibuat sedikit lebih besar, maka lahirlah R80. Jika kapasitas N250 hanya 50-60 krusi, R80 memiliki kapasitas yang lebih banyak, yakni 80-90 kursi. Pada 2018 pesawat ini sudah siap diproduksi dan didaftarkan sertifikat layak terbang.

Banyak keunggulan R80 yakni lebih ekonomis, baik murah dari segi harga, biaya pemeliharaan, juga irit bahan bakar karena merupakan pesawat terbang berbaling-baling (turboprop).
Pesawat ini juga dapat dikendalikan secara elektronik atau dikenal istilah fly by wire. R80 memiliki perbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di body pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada engine di belakang pesawat lebih tinggi (Bypass ratio). 

"Saya menyampaikan bahwa Airbus atau Boeing itu bypass rationya 12, makin tinggi bypass ratio makin sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat, ini (R80) bypass rationya 40, kami perhitungkan pesawat terbang ini sasarannya lebih sedkit 30 persen (penggunaan bahan bakar)," kata Habibie 
Baling-baling yang ada di sayap juga termasuk teknologi baru, karena dapat menentukan antara angin dingin dan angin panas yang dihasilkan dari mesin. Dengan teknologi ini pesawat dapat melaju dengan kecepatan tinggi.

Didesain untuk rute pendek dengan jarak tempuh kurang dari 600 km dan mampu diakomodasi oleh bandara dengan landasan pendek. Sangat cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Diharapkan R-80 ke depan bisa menghubungkan pulau-pulau terpencil.
R80 dikembangkan sepenuhnya anak-anak bangsa. Desainnya dikerjakan oleh 50 ahli, termasuk para ahli dari PT Dirgantara Indonesia.
Komisaris PT RAI Ilham Akbar Habibie mengatakan saat ini pengembangan R80 sudah memasuki fase akhir pengembangan. Untuk produksi tahap awal diperlukan dana USD 400 juta.
Pesawat itu rencananya akan diproduksi bersama PT Dirgantara Indonesia, yang saat ini juga tengah mengembangkan pesawat baru N219.
Diharapkan kelahiran R80 mampu mengangkat pamor industri dirgantara nusantara, setelah tenggelam hampir 17 tahun lebih.

Pesawat R80 akan terbang perdana menjajal bandara baru di Majalengka pada 2018, tepatnya bulan Agustus. Kemungkinan besar di Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.
Kata Habibie, keputusan memilih lokasi penerbangan perdana pesawat itu di Majalengka dilakukan setelah mendengar pemerintah Jawa Barat yang sedang menyiapkan bandara baru di sana.

Tiga maskapai telah menandatangani LoI (Letter of Intent) pembelian pesawat R80.
"Dari 7 maskapai yang menyatakan minat, sudah 3 yang menandatangani Letter of Intent, bahwa mereka akan membeli pesawat sebanyak 145 unit," kata Ilham Habibie, Komisaris PT Regio Aviasi Industri (RAI).
Dua dari tiga maskapai yang sudah menandatangani Lol adalah Nam Air (Grup Sriwijaya) dan Kalstar Aviation.
Ilham, yang juga anak dari BJ Habibie, yakin, nanti akan ada lebih banyak lagi pesanan dari maskapai lain. Sebab kebutuhan pesawat sejenis R80 akan terus meningkat, menyusul gencarnya pembangunan bandara di daerah-daerah.

Tapi, hingga saat ini mereka belum menginformasikan lebih lanjut kisaran harga pesawat R80.
(diambil dari sumber situs lain)